Investor Tunggu Data Inflasi Amerika Serikat, Bursa Saham Asia-Pasifik Berdampak Positif

12
209

 

Isuterkini.com | Pasar saham Asia-Pasifik cenderung positif hari ini,  Kamis (11/01/24). Hal ini dipengaruhi investor yang sedang menantikan data inflasi Amerika Serikat (AS) yang dapat mempengaruhi keputusan bank sentral Federal Reserve (The Fed) soal penurunan suku bunga.

Terpantau indeks Nikkei 225 Tokyo melesat 1,94 persen, bertahan di angka 35.000 untuk pertama kalinya sejak Februari 1990. Indeks Topix Jepang juga naik 1,81 persen dan mencapai level tertinggi baru dalam 33 tahun.

Indeks Hang Seng  melambung 1,38 persen, Straits Times Singapura naik 0,68 persen, KOSPI Korea Selatan naik 0,24 persen, dan ASX 200 Australia tumbuh 0,50 persen. Berbeda, Shanghai Compositr terkoreksi 0,05 persen. Sementara, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terapresiasi 0,40 persen ke 7.254.

Sebagai informasi,  bursa saham AS  (Wall Street) ditutup lebih tinggi seiring kenaikan saham-saham mega caps. Pada Kamis (11/01/24) hari ini, kenaikannya terbatas menjelang laporan inflasi dan pendapatan bank-bank besar di akhir pekan ini. Indeks Dow Jones menguat 0,45 persen, S&P 500 0,57 persen, dan Nasdaq 0,75 persen.

Perhatian pasar tertuju pada laporan indeks harga konsumen (CPI) atau inflasi AS yang akan dirilis pada Kamis malam waktu Indonesia. CPI inti diperkirakan tidak berubah sebesar 0,3 persen dari bulan sebelumnya, sementara inflasi tahunan (year on year/YoY) diperkirakan melambat menjadi 3,8 persen dari 4 persen di November, menurut jajak pendapat Reuters.

“Risikonya adalah pasar akan melakukan aksi jual dalam jumlah besar. Reaksinya bisa lebih tenang jika kita mendapatkan angka [inflasi] yang lunak,” kata Ben Bennett, ahli strategi investasi APAC untuk Legal and General Investment Management (LGIM), dikutip Reuters, Kamis (11/01/24).

Investor sedang mempertimbangkan seberapa cepat dan dini The Fed akan menurunkan suku bunga sejak awal tahun ini. Alat CME FedWatch menunjukkan, pasar memperkirakan peluang penurunan suku bunga sebesar 67 persen pada Maret mendatang.

Presiden The Fed New York John Williams mengatakan pada Rabu, masih terlalu dini untuk menyerukan penurunan suku bunga karena bank sentral masih memiliki gap untuk mengembalikan inflasi ke target 2 persen. Bennett mengatakan, investor meremehkan risiko resesi AS.

“Data CPI yang lemah pada akhirnya bisa menjadi tanda permintaan yang mengecewakan. Namun hal tersebut mungkin masih akan terjadi dalam waktu dekat,” katanya.

Sementara indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak di kisaran 7.200 dan cenderung variatif pada awal 2024. Salah satu faktornya yaitu pelaku pasar masih menanti kebijakan suku bunga Federal Reserve (The Fed). Pengamat Pasar Modal, Hans Kwee mengatakan, pasar secara global di awal tahun cenderung tertekan karena sebelumnya di Desember sudah reli cukup kuat karena kebijakan The Fed. (it)

 

12 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini