Isuterkini.com| Sufmi Dasco Ahmad yang juga merupakan Ketua Harian DPP Partai Gerindra sampaikan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang ambang batas pencalonan dapat mengubah kesepakatan koalisi pilkada di berbagai daerah.
Hal itu disampaikan Dasco saat konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis (22/08/24) tadi malam. Dasco tegaskan tidak hanya memberi dampak kepada Koalisi Indonesia Maju, namun terhadap koalisi-koalisi lain.
“Ini karena waktunya yang sempit yang kami pikirkan tatanan yang sudah dikelola oleh masing-masing Partai ini kemudian bisa menjadi apa namanya terganggu,” ujar Dasco,
Lebih lanjut ia memperkirakan bahwa pada saat mau pendaftaran koalisi yang tadinya sudah terbentuk akhirnya karena syarat ini kemudian mungkin kesepakatan itu tidak bisa dijalankan. Gerindra dan Koalisi Indonesia Maju pun terpaksa melakukan pemetaan ulang strategi Pilkada di berbagai daerah.
Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI memastikan akan mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat pencalonan di Pilkada 2024 setelah DPR batal mengesahkan Revisi Undang-undang (UU) Pilkada. Aturan itu akan diadaptasi di Peraturan KPU (PKPU).
Hal ini disampaikan oleh Ketua KPU Mochammad Afifuddin dalam konferensi Pers tindak lanjut pasca Putusan MK terkait Pencalonan Kepala Daerah pada Pilkada Serentak Tahun 2024 di Media Center KPU RI, Jakarta Pusat.
Diketahui, MK membuat putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah. Putusan itu mengubah ketentuan dalam pasal 40 ayat (1) UU Pilkada. Partai atau gabungan partai politik tak lagi harus mengumpulkan 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah untuk mencalonkan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Ambang batas pencalonan berada di rentang 6,5 persen hingga 10 persen, tergantung jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di daerah tersebut. Selanjutnya dalam putusan nomor 70/PUU-XXII/2024, MK ingin usia calon gubernur dan wakil gubernur minimal 30 tahun terhitung saat penetapan calon kepala daerah. (udt/it)
Jujur saja Pilkada jadi morat marit karena perubahan regulasi yang mendadak
Seharusnya DPR tunduk pada putusan MK bukan bikin aturan tandingan
Semua itu demi kepentingan politik kelompok dan tidak pernah untuk kebaikan Indonesia
Parah bgt, demi kelompok koalisi dan bukan demi Indonesia dan seluruh rakyat Indonesia
Kalau gitu ga salah dong kalau rakyat nantinya boikot Pilkada
Di Indonesia ga ada politisi yang ada pekerja politik