Sumba Punya Arena Perang Tradisional Bernama Pasola, Tempat Ksatria Marapu Unjuk Kehebatan

9
541
Perang Tradisional Pasola Terdiri Dari Dua Kelompok Petarung Yang Akan Sama-Sama Menunjukkan Aksinya, Mereka Mengendarai Kuda Dengan Sangat Lincah Untuk Melemparkan Lembing

 

Isuterkini.com|  Pulau  Sumba di Nusa Tenggara Timur (NTT) punya  tradisi adat yang memukau dan mengaggumkan. Tradisi adat itu bernama Pasola, salah satu tradisi yang cukup ekstrim yang memacu adrenalin, baik pemainnya maupun penonton.

Menurut penuturan warga, Pasola adalah tradisi sakral yang diadakan setiap tahunnya. Tradisi ini biasanya dimulai untuk menandakan masa tanam. Pasola dilakukan di tempat yang berbeda setiap tahunnya. Biasanya tradisi ini dilakukan di empat desa berbeda yang terletak di Kabupaten Sumba Barat.

Desa-desa itu terdiri dari desa Kodi, Lamboya, Wonokaka, dan Gaura. Hebatnya, tradisi Pasola menyajikan sebuah permainan perang,  mirip dengan permainan gladiator, di mana setiap orang atau kelompok akan bertarung dengan cara menombak lawan menggunakan senjata lembing. Ini memang cukup keras bagi orang yang baru pertama kali menyaksikannya.

 

Pasola Menunjukkan Kecekatan Seorang Penunggang Kuda Dalam Mengendalikan Tunggangannya Itu, Selain Kecekatan, Kemampuan Untuk Menghindari Lembing Juga Menjadi Sangat Penting

Perang tradisional Pasola terdiri dari dua  kelompok petarung yang akan sama-sama menunjukkan aksinya. Mereka mengendarai kuda dengan sangat lincah untuk melemparkan lembing. Semakin banyak lembing mengenai lawan, kelompok ini menang dan menjadi  kebanggaan desa atau orang tersebut akan naik pamornya.

Warga desa yang mengadakan pasola akan bahu membahu untuk menyiapkan upacara yang sangat sakral ini. Mereka akan menyiapkan petarung-petarung hebat dan juga kuda-kuda tangguh yang akan dijadikan tunggangan.

Kalau dua hal ini dapat disiapkan dengan baik, upacara bisa segera dilaksanakan. Biasanya Pasola diadakan sekitar bulan Februari  atau Maret menurut kalender masehi. Perang menggunakan lembing ini bisa diadakan setelah upacara nyale dilaksanakan. Nyale diritualkan oleh tetua suku yang ada di desa.

 

Setiap Petarung Akan Menaiki Kuda Dan Memegang Sebuah Lembing Dengan Ujung Tumpul Untuk Dilemparkan

Tetua itu akan menyuruh seseorang untuk pergi ke pinggiran pantai. Mereka disuruh mencari cacing laut yang mulai melimpah. Cacing yang ditangkap akan dibawa kepada para tetua untuk dilihat. Kalau cacingnya bagus, panen akan melimpah tahun ini serta keberkahan akan terus datang.

Kalau cacingnya tidak sehat, malapetaka akan hadir. Setelah para tetua melihat cacing, penduduk diperkenankan untuk panen nyale ke pantai. Mereka dipersilakan menangkap cacing yang menjadi simbol keberkahan.

Setelah ritual nyale dilakukan dengan tuntas, acara perang pasola yang ditunggu oleh penduduk termasuk wisatawan dari dalam dan luar negeri akan dilaksanakan. Pasola membagi permainannya menjadi dua kubu. Masing-masing kubu yang akan bertarung biasanya menyiapkan sekitar 100 petarung.

Setiap petarung akan menaiki kuda dan memegang sebuah lembing dengan ujung tumpul untuk dilemparkan. Kalau lembing mengenai lawan, kemungkinan menang akan besar, terlebih kalau lawan sampai jatuh.

Pasola menunjukkan kecekatan seorang penunggang kuda dalam mengendalikan tunggangannya itu. Selain kecekatan, kemampuan untuk menghindari lembing juga menjadi sangat penting. Terakhir, keseimbangan juga sangat dibutuhkan agar tidak jatuh saat memegang lembing lalu melemparkannya kepada sasaran yang  ada di depannya.

 

Setiap Orang Atau Kelompok Akan Bertarung Dengan Cara Menombak Lawan Menggunakan Senjata Lembing

Dalam permainan pasola yang sangat seru, terkadang ada orang yang sampai meninggal dunia. Keadaan ini dianggap sebagai tebusan atas dosa yang orang itu lakukan di dunia. Yang Maha Kuasa mengambilnya untuk mempertanggungjawabkan segala hal yang ada melalui pasola yang sangat sakral ini.

Sebagai informasi, meskipun lembing yang dilemparkan tumpul, terkadang pemain juga kerap berdarah dengan cukup banyak. Para pemain yang ikut dalam pasola percaya kalau darah yang keluar dan bisa sampai jatuh ke tanah akan menjadi sebuah keberkahan.

Setiap tetes dara akan memberikan panen melimpah dan menghindarkan penduduk dari mara bahaya. Meski terlihat seram, permainan ini sarat makna dan dijadikan ajang untuk mempererat hubungan antara desa satu dengan desa lain. (udt/yml)

9 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini